Tuesday, October 31, 2006

Akrab Dengan Al Quran

Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah swt. Isinya
merupakan penyempurna dan pengoreksi semua isi kitab suci terdahulu. Dengan
diturunkannya ayat terakhir dari Al-Qur’an, berarti terhentilah wahyu dari
langit dan berakhirlah pengutusan para rusul ke dunia. Nabi Muhammad saw.
sebagai penerima wahyu terakhir tersebut adalah pemungkas para Rasul (QS.
Al-Ahzab: 40)

Al-Qur’an merupakan undang-undang langit terakhir yang berfungsi mengubah
undang-undang samawi sebelumnya. Apa yang masih dianggap relevan dengan
tuntutan zaman masih tersirat dan atau tersurat di dalamnya, karena Al-
Qur’an adalah puncak dari perundang-undangan Ilahi dan pemungkas wahyu
samawi. Isi kitab samawi sebelumnya yang telah diubah oleh tangan-tangan
kotor manusia, dikoreksi dan diluruskan. Undang-udang pokok yang dibutuhkan
umat manusia sampai akhir zaman untuk mengatur kehidupannya telah lengkap
tercantum dalam Al-Qur’an.(Al Maidah 3)

Al-Qur’an diturunkan berfungsi membenarkan dan meluruskan apa yang ada pada
kitab suci sebelumnya serta menyempurnakan risalah para Nabi terdahulu,
untuk dijadikan sebagai risalah universal yang mencakup semua kebutuhan
manusia, kapan dan dimana saja mereka berada. (QS. Al-Ma’idah: 48)

1. Kesempurnaan dan Kelengkapan Isi Al-Qur’an

Dalam surat Al-Ma’idah ayat 3 Allah menyatakan,

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku lengkapkan
nikmatKu kepadamu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”

Ayat ini menyuratkan dua hal pokok. Pertama, Allah telah menyempurnakan isi
Al-Qur’an. Dalam artian dari aspek kualitas, ajaran Al-Qur’an amat sempurna
dan tidak terdapat kontradiksi sama sekali. Kedua, Allah telah mencukupkan
atau melengkapkan nikmat-Nya kepada Muhammad saw. Diantara nikmat yang
paling agung adalah nikmat Islam. Berarti Allah telah melengkapkan ajaran
Islam.

Kelengkapan ajaran Al-Qur’an ini ditinjau dari segi kuantitas ajarannya.
Menuntut ayat tersebut, ajaran Al-Qur’an telah mencakup semua aspek hukum
dan aspek kehidupan manusia. Sebagaimana yang ditegaskan Allah, “Tidak satu
pun yang Kami abaikan dalam Al-Qur’an ini” (QS. Al-An’am: 38).

Para ahli tafsir mengatakan maksud ayat ini, bahwa Allah tidak meninggalkan
sedikit pun masalah-masalah agama dalam Al Quran. Allah telah menjelaskan
semuanya, baik dengan terperinci maupun secara global yang diterangkan oleh
Rasulullah saw. atau ijma’ dan qiyas. (Al Jami’ Li ahkaamil Quran, Al
Qurthubi, juz VI hal 420)

Dalam ayat lain ditegaskan, ”Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an
untuk menerangkan segala sesuatu”. (Al Jami’ Li ahkaamil Quran,Al Qurthubi,
juz X hal 164)

Menurut ayat-ayat tersebut, segala sesuatu sudah ada dan diatur oleh Allah
swt. dalam Al-Qur’an. Bagi orang yang mengikuti peraturan-peraturan yang
sudah ada dalam Al-Qur’an, akan sempurna merasakan nikmat Allah dalam
penghidupan dan kehidupan di atas dunia ini.

Kalau kita bawa maksud Al-Qur’an ini kepada suatu konotasi yang lebih
sempit, yaitu pedoman hidup dan hukum, maka Al-Qur’an merupakan pedoman
hidup dan aturan hukum yang sempurna dan lengkap. Tidak ada lagi aturan atau
hukum pokok yang dibutuhkan manusia yang tertinggal. Apabila manusia
berpedoman pada Al-Qur’an, mengikuti dan menjalankan peraturan-peraturan
hukum yang ada di dalamnya, maka akan sempurnalah nikmat kehidupan umat
manusi di dunia ini. (Al Jami’ Li Ahkaamil Quran, Al Qurthubi, juz VI hal
420)

2. Manusia Membutuhkan Petunjuk Al-Qur’an

Totalitas dan kesempurnaan ajaran yang dimiliki Al-Qur’an menuntut
peganutnya agar komitmen terhadap Islam secara total. Seorang muslim tidak
boleh mengambil satu aspek saja dari ajarannya, akan tetapi ia harus
mengambil semua aspek dari ajaran-ajaran Islam secara utuh. Al-Qur’an
mencela Bani Israil yang menerima sebagian ayat dan menolak sebagian yang
lainnya sesuai dengan kemauan dan hawa nafsu mereka. (QS. Al-Baqarah: 85).

Untuk menghadapi era globalisasi sekarang ini, manusia amat membutuhkan
petunjuk Al-Qur’an, karena kebutuhannya melebihi kebutuhan umat manusia
terdahulu. Ada beberapa alasan yang menyebabkan kita amat membutuhkan
petunjuk Al-Qur’an.

Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah saw. untuk membebaskan ummat manusia
dari kegelapan menuju cahaya hidup yang terang benderang (QS. Ibrahim: 1).
Dan sebagai pedoman hidup penuntun ummat manusia ke jalan kehidupan yang
lurus (QS. Al-Baqarah: 183 dan QS. Al-Isra’: 9). Mengikuti petunjuk
Al-Qur'an adalah jaminan kebahagiaan pribadi dan masyarakat, kebahagiaan
dunia dan akhirat, karena pembuat petunjuk itu adalah Pencipta dan Yang Maha
Tahu tentang ciptan-Nya.

Pedoman dan petunujuk hidup itu berlaku bagi seluruh ummat manusia, baik
bagi orang Arab manupun orang non Arab, baik orang pandai ataupun orang
biasa, baik kelas atas, menengah, atau pun kelas bawah. Oleh karena itu,
Allah swt. Yang Maha bijaksana menurunkan Al-Qur’an ini dengan uslub yang
mudah, yang dapat difahami oleh ummat manusia. Bahkan, Al-Qur’an sendiri
mengulang-ulang pernyataan ini empat kali dalam satu surat Al-Qamar: 17, 22,
32 dan 40 sebagai berikut:

"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah
orang yang mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar : 17, 22, 32 dan 40)

Para sahabat Nabi dengan berbagai macam jenis kemampuan penalaran mereka,
dengan mudah memahami, mencerna, dan mengamalkan Aquran, karena mereka siap
mendengar, menerima, dan mentaatinya. Namun, Rasulullah saw. pernah mengadu
kepada Allah swt. tentang sikap kaumnya terhadap Al-Qur'an ini, sebagaimana
direkam oleh Al-Qur'an sendiri:

"Dan Rasul berkata (mengadu): Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan
Al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan" (QS. Al-Furqaan: 30).

Ibnu Katsir mengatakan bahwa tidak beriman dan tidak membenarkan Al-Qur’an
termasuk "mahjura". Tidak mentadabburi (menelaah) dan tidak memahaminya
adalah termasuk "mahjura". Tidak mengamalkannya dan tidak melaksanakan
perintah dan menjauhi larangannya adalah termasuk "mahjuro".

Pengaduan itu terhadap kaumnya yang memusuhi Aquran (orang-orang kafir),
bagaimana kalau terjadi pada ummatnya sendiri!!!

3. Berinteraksi dengan Al-Quran dan Mentadabburinya

Ada empat macam cara interaksi dengan Al-Qur'an :
1. Tilawah (membacanya) .
2. Tadabbur (menelaahnya) .
3. Hifzh (menghafalnya) .
4. Al-amal bihi (mengamalkannya) .

Tadabbur (penelaahan) Al-Qur’an diperintahkan oleh Allah swt. dan salah satu
cara berinteraksi (ta'amul) dengan Al-Qur'an. Allah swt. berfirman, “Ini
adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai
fikiran mendapatkan pelajaran" (QS. Shaad: 29). "Maka apakah mereka tidak
mentadabburi Al-Qur'an ataukah hati mereka terkuci?" (QS. Muhammad: 24 ).

Tadabbur adalah salah satu cara untuk memahami Al-Qur’an. Kitab-kitab Tafsir
yang kita kenal dan kita baca sekarang adalah hasil usaha yang optimal dari
para ulama dalam mentadabburi dan memahami Aquran.

Tadabbur menurut bahasa berasal dari kata ÏÈÜÜÑ yang berarti menghadap,
kebalikan membelakangi. Tadabbur menurut ahli bahasa Arab adalah ÇáÜÊÜÝÜßøÜÑ
memikirkan. Maka, tadabbur bisa berarti memikirkan akibat dari sesuatu atau
memikirkan maksud akhir dari sesuatu. Sedangkan, tadabbur menurut istilah
adalah "penelaahan universal yang bisa mengantarkan kepada pemahaman optimal
dari maksud suatu perkataan ".

Namun, tadabbur itu sendiri terikat dengan mengamalkannya, karena para
Salafushshalih mengartikan tadabbur dan tilawah yang sungguh-sungguh (QS.
Al-Baqarah: 121) dengan mengamalkannya. Jadi, pengertian tadabbur adalah,
"Usaha memahami ayat-ayat Al-Qur'an yang sedang dibaca atau didengar dengan
disertai kekhusyukan hati dan anggota badan serta dibuktikan dengan
mengamalkannya" .

Untuk berinteraksi dengan Al-Qur'an dan melakukan tadabur yang optimal
membutuhkan kiat-kiat sebagai berikut:

1. Memperhatikan Adab atau Sopan-santun dalam Tilawah.

Supaya tilawah Al-Qur'an memberikan manfaat dan buah serta menghasilkan
dampak positif dan istiqamah, perlu diperhatikan adab dan sopan santun
ketika membaca Al-Qur'an antara lain:

a. ÍÓÜä ÇáäíÜÉ (motivasi yang baik), keihklasan, totalitas hanya untuk
mendapatkan ridha Allah swt.
b. ÇáÇÓÊÚÇÐÉ æÇáÈÓÜãáÉ (dimulai dengan Isti"adzah dan Basmalah) karena
hal tersebut diperintahkan oleh Allah (QS. An-Nahl: 98 ).
c. ÇáØåÜÇÑÉ (kesucian) hati dan jasad, suci lahir dan batin. Bahkan
dianjurkan membaca Al-qur'an itu dalam keadaan suci dari hadats besar dan
kecil.
d. ÊÜÝÜÑíÛ ÇáäÝÜÓ Úä ÔÜæÇÛáÜåÇ (tidak disibukan dengan selain
Al-Qur'an).
e. ÍÕÜÑ ÇáÝÜßÜÑ ãÚ ÇáÞÜÑÁÇä (konsentrasi penuh dengan Al-Qur'an)
f. ÇÎÊÜíÇÑ ÇáÃæÞÜÇÊ æÇáÃãÜÇßä ÇáãÜäÜÇÓÈÜÉ (memilih waktu dan tempat
yang cocok).

2. Memperhatikan cara-cara Talaqqi ( menerima pelajaran ).

a. ÇáÊÜáÞí ÈÇáÞáÈ ÇáÎÇÔÜÚ (menerimanya dengan hati yang khusyuk).
b. ÇáÊÜáÞí ÈÇáÜÊÜÚÙíÜã (menerimanya dengan rasa takzim) seperti halnya
seorang prajurit mendapatkan perintah dari komandannya atau seorang hamba
sahaya mendapat perintah dari majikannya.
c. ÇáÊÜáÜÞí ááÊÜäÜÝíÜÐ (menerimanya untuk dilaksanakan) .

3. Memperhatikan Tujuan Pokok dari Al-Qur’an.

Ketika mentadabburi Al-Qur'an, hendaknya terhujam dalam benak kita tujuan
pokok dan essensi diturunkannya Al-qur'an, yang antara lain:
a. Petunjuk jalan menuju kepada Allah swt. bagi setiap individu ataupun
bagi seluruh ummat manusia.
b. Merealisasikan pembentukan pribadi muslim yang sempurna dan yang
seimbang.
c. Merealisasikan masyarakat Islam berwawasan Al-Qur’an.
d. Membimbing ummat dalam pergumulannya dengan situasi jahili yang
berada disekelilingnya.

4. Mengikuti Jejak Langkah Para Sahabat dalam Berinteraksi dengan
Al-Qur’an.

a. Pandangan yang universal terhadap Al-Qur’an.
b. Melepaskan segala bentuk prasangka sebelum masuk berinteraksi dengan
Al-Qur'an.
c. Penuh keyakinan akan benarnya nash-nash Aquran.
d. Merasakan bahwa ayat yang dibaca atau didengar adalah ditujukan
kepadanya.

5. Berusaha Hidup dalam Ruh Al-Qur'an.

a. Tidak bertele-tele dalam memahaminya.
b. Menjauhkan cerita-cerita Israiliyyat.
c. Melepaskan nash-nash Al-Qur’an dari keterikatan dengan tempat dan
waktu.

6. Dibantu dengan disiplin Ilmu-ilmu lain.

a. Menguasai pokok-pokok ulumul Qur’an.
b. Memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
c. Melepaskan perbeadaan-perbedaa n penafsiran para ulama tafsir dan
kembali kepada makna hakiki dari Al-Qur’an.
d. Diperluas dengan penguasaan Sirah Nabawiyah dan Sejarah kehidupan
para Sahabat.

Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci

Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA
Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA
A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT

Source: IKADI

0 Comments:

Post a Comment

<< Home


Hasanah Diana

Create Your Badge