Doa dan Puasa
Doa Orang yang Berpuasa
(Tafsir QS Al Baqarah 2:186)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS Al Baqarah 2:186)
Berdasar pada ujung ayat di atas, maka jadikanlah bulan puasa itu sebuah bulan yang penuh dengan ibadat, membaca Al Qur’an, shalat dan berdoa. Oleh karena doa adalah penting, menjadi otak dari ibadat, berkenanlah Tuhan memberitahukan tentang doa dan bagaimana sambutan-Nya jika hamba-Nya berdoa menyeru nama-Nya dan memohonkan sesuatu.
Terang sekali ayat ini, tidak berbelit-belit.
Pertama, Tuhan itu dekat.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat.”
Dia tidaklah jauh, dan lantaran Dia tiada jauh dari sisimu tidak usah kamu bersorak keras-keras memanggil-manggil namaNya:
“Ya Allah! Ya Allah! Tolonglah aku, bantulah aku!”
Apa guna suara keras demikian, padahal Dia lebih dekat kepadamu daripada urat lehermu sendiri? Mengapa keras-keras, padahal Dia bukan pekak?
Lantaran Dia dekat, tidaklah perlu memakai orang perantaraan atau wasilah. Yang penting ialah memohon langsung kepada-Nya, jangan memakai perantaraan. Kalau Dia sendiri telah menyatakan Dia dekat, guna apa kita mencari perantaraan lagi?
Tuhan telah menutup pintu yang lain. Tuhan menyuruh kita langsung kepada-Nya. Tuhan telah menjelaskan di sini, kepada-Ku saja, supaya permohonanmu terkabul. Sedang dalam ayat tidak sedikitpun terbayang bahwa permohonan baru dikabulkan Tuhan kalau disampaikan sengan perantaraan Syaikh Anu atau Saiyid Fulan!
Kedua, segala permohonan dari hamba-Nya yang memohon akan mendapat perhatian yang sepenuhnya dari-Nya. Tidak ada satu permohonanpun yang bagai air jatuh ke pasir, hilang saja sia-sia. Karena tidak didengar atau tidak diperdulikan.
”Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”
Ketiga, supaya permohonan itu mendapat perhatian Ilahi, hendaklah si hamba yang memohon itu menyambut pula terlebih dahulu bimbingan dan petyunjuk yang diberikan Tuhan kepada-Nya.
”Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Keempat, dan amat penting. Yaitu hendaklah percaya benar-benar, beriman benar-benar kepada Tuhan.
Kelima, dengan sebab menyambut seruan Tuhan, dan percaya penuh kepada Tuhan, si hamba akan diberi kecerdikan. Si hamba akan diberi petunjuk jalan yang akan ditempuh hingga tidak tersesat dan tidak berputus asa.
Menyambut seruan Tuhan dan iman kepada Tuhan adalah jalan satu-satunya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Apabila sudah dekat, Tuhanpun berjanji akan memberikan petunjuk sehingga menjadi orang yang cerdik cendekia, arif bijaksana.
Dalam mengerjakan puasa, dilatihlah dia dalam ibadat dan doa.
Bertambah ma’rifat kepada Tuhan bertambah pulalah tertanam rasa ikhlas dan tawakkal. Ikhlas, yaitu jujur dan tulus. Tawakkal ialah menyerah dengan tidak separoh hati. Dan kalau mendapat percobaan iman, dapatlah bertahan dengan sabar.
Orang yang telah cerdik bukanlah mendiktekan Tuhan, Ya Alllah, beri saya itu! Ya Allah, hindarkan dari saya ini!
Apa yang diminta kepada Tuhanpun menjadi ukuran dari kecerdikan yang meminta. Karena kalau hamba yang menentukan apa yang diminta, kalau tidak diberi apa yang dimintanya itu, diapun kecewa. Inilah tanda orang yang tidak cerdik. Atau jangan menentukan sendiri masa bila akan diberi. Karena kalau terlambat diberi, timbul lagi omelan. Padahal lambat atau cepat hanyalah ukuran keinginan.
Dalam meminta atau berdoa kepada Tuhan, mintalah modal yang besar dan kokoh. Bukan benda, tetapi dapat menghasilkan benda. Doa-doa yang berasal dari Nabi adalah yang sebaik-baik doa. Kalau tidak pandai bahasa Arabnya, bolehlah dengan bahasa kita sendiri, asal dengan ikhlas.
Cara Nabi Ayub berdoapun patut ditiru. Ketika sudah demikian besar malapetaka yang menimpa dirinya, doanya hanya demikian:
”(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”
(QS 21:83)
Nabi Ibrahimjuga seketika menuju Tuhan bahwaTuhanlah yang memberinya makan dan memberinya minum, selanjutnya tentang sakit, lain susun katanya:
”(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki Aku, Dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu, Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku.”
(QS 26:78-80)
Nabi Ibrahim tidak mengatakan Dia yang menyakitkan daku, Dia pula yang menyembuhkan. Dia hanya mengatakan, kalau aku sakit, Dia yang menyembuhkan.
Maka menyambut seruan Tuhan dan percaya penuh kepada Tuhan adalah latihan diri untuk merasai bahwa benar-benarlah Tuhan itu dekat dengan hamba-hamba-Nya. Kesempatan melatih diri inilah yang diutamakan dalam mengerjakan puasa. Sehingga derajat dan martabat kita dinaikkan Tuhan, ke dekat-Nya.
Untuk mengetahui latar belakang dari sebabnya turun ayat yang penting ini, baiklah kita ketahui riwayat-riwayat yang diterima berhubungan dengan dia.
Menurut riwayat dari Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dan Abusy Syaikh dan Ibnu Mardawaihi yang mereka terima dari riwayat as-Shalt bin Hakim, yaitu seorang sahabat Anshar, yang diterima pula dari ayahnya dan ayahnya menerima dari neneknya, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah saw:
”Ya Rasulullah, apakah Tuhan kita itu dekat dari kita, sehingga dapat kita seru dengan suara lembut, ataukah Dia jauh, sehingga kita Dia dengan suara keras?”
Mendengar pertanyaan itu, Nabipun terdiam. Lalu turunlah ayat ini, yang menerangkan bahwa Tuhan itu amat dekat kepada kita. Dengan keterangan ayat ini terjawablah pertanyaan itu dan terjawab pulan pertanyaan dari kebanyakan manusia.
Dan tersebut lagi di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dari Abu Hurairah:
”Permohonan kamu akan dikabulkan oleh Tuhan , selama kamu tidak mendesak-desak. Dia berkata: Aku telah mendoa, tetapi doaku tidak diperkenankan.”
Di dalam hadits lain pula, yang dirawikan oleh Bukhari dari hadits Abi Said al-Khudri, bahwa Nabi pernah bersabda:
”Tidaklah mendoa muslim dengan doa, yang doa itu tidak dicampuri maksud jahat (dosa) atau memutuskan silaturahmi, melainkan pastilah doa itu akan dikabulkan Tuhan dengan menempuh satu dari tiga cara. Adakalanya doa itu diperkenankan dengan cepat, adakalanya disimpan dahulu untuk persediaannya di hari akhirat, dan aadakalanya dipalingkan daripadanya kejahatan yang seumpamanya.”
Di dalam suatu hadits lagi ada tersebut bahwasanya lambatnya atau cepatnya akan terkabul suatu doa dari seorang hamba adalah menjadi rahasia juga daripada kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya. Di situ disebutkan bahwa kadang-kadang, oleh karena kasih sayang Tuhan pada seorang hamba, lama baru permohonannya dikabulkan. Karena Tuhan amat kasih kepadanya, Tuhan hendak mendengar seruannya selalu.
Tetapi orang yang berdoa, lalu segera permohonanya dikabulkan, ialah karena Tuhan telah bosan dengan dia. Tuhan bersabda kepada malaikat:
”Berikan saja cepat-cepat apa yang dimintanya. Karena yang diharapkannya bukan Daku, melainkan pemberian-Ku.”
Dapatlah kita perhatikan orang yang lama di dalam percobaan suatu sengsara. Dia selalu mendoa, dia selalu berharap, tetapi pengharapannya belum kunjung dikabulkan. Ada orang yang oleh karena suatu fitnah dan kezaliman, bertahun-tahun lamanya ditahan. Lama baru permohonannya terkabul. Tetapi di masa yang lama itu dia sudah dapat membentuk diri, sehingga dia mempunyai kepribadian agama yang kuat dan kokoh. Penahanannya bertahun-tahun itu membuatnya menjadi seoarng muslim dan mukmin yang kuat, yang sebelum ditahan dia belum pernah merasainya. Dan ada pula orang yang sebelum matang imannya, diapun keluar dari tahanan. Sampai di luar diapun lupa kepada Tuhan.
Cobalah kita perhatikan!
Ayat yang sebuah ini terletak di tengah-tengah, ketika membicarakan dari hal puasa dan hukum-hukumnya. Dilihat sepintas lalu, seakan-akan tidak ada hubungan ayat ini dengan yang sebelumnya, atau yang sesudahnya. Padahal erat sekali hubungan itu.
Sebab doa orang yang berpuasa itu lebih dekat dikabulkan, sebagaimana yang dirawikan oleh Imam Abu Daud at-Thayalisi dalam musnadnya, diterima daripada Abdullah bin Umar. Beliau berkata: ”Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda:
”Bagi orang yang berpuasa itu, seketika dia berbuka adalah doa yang mustajab”
Dan terdapat pula sebuah hadits dalam musnad Imam Ahmad dan Sunan an-Nasa’i dan Tirmidzi dan Ibnu Majah, diterima daripada Abu Hurairah ra, berkata dia: Berkata Rasulullah saw:
”Bertiga yang doanya tidak akan ditolak: imam yang adil, orang yang puasa sampai dia berbuka, dan orang yang teraniaya.”
Dari kedua hadits ini, dan ada juga hadits-hadits lain yang sama maksudnya dapatlah difahami bahwa ayat ini tidaklah terpisah dari ayat yang sebelum dan sesudahnya, bahkan menjadi intinya. Yaitu bahwa latihan yang berhasil dari orang yang puasa terhadap jiwanya sendiri menyebabkan dia dekat kepada Tuhan.
Dan lantaran dekat itu, doanya mudah dikabulkan.
Sumber:
Tafsir Al Azhar
Prof. Dr. Hamka
0 Comments:
Post a Comment
<< Home